Langsung ke konten utama

Demi Terlihat Cantik, Wanita Mentawai Harus Jalani Sakitnya Tradisi Kerik Gigi


Suku Mentawai adalah salah satu suku di Indonesia yang berada di Kepulauan Mentawai, Pulau Siberut, Sumatera Barat.
Menariknya, penduduk suku ini masih mempertahankan tradisi yang telah ada sejak lama.
Salah satunya adalah tradisi kerik gigi bagi wanita suku Mentawai.
Tradisi turun temurun ini merupakan cara bagi wanita Mentawai untuk tampil cantik dan sebagai tanda kedewasaan wanita suku Mentawai.

Dalam melakukan tradisi ini, wanita Suku Mentawai harus menahan rasa sakit yang tidak sebentar.

Gigi mereka akan dikerik atau diruncingkan dengan runcingan yang terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah hingga tajam. Tidak hanya satu gigi saja, melainkan semua (23) gigi mereka harus dikerik.

Selama proses berlangsung, wanita suku Mentawai tidak dibius seperti yang dilakukan oleh dokter gigi bila akan melakukan pencabutan gigi, dan Tradisi kerik gigi juga dilakukan dalam Tradisi orang Bali yang dinamakan Metatah, hanya saja berbanding terbalik yaitu di ratakan semua.

Tradisi ini sebenarnya memiliki makna untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia yang sudah tertanam sejak dulu, atau yang dikenal dengan nama Sad Ripu. Enam sifat buruk ini adalah: 
- Hawa nafsu (Kama)
- Tamak (Lobha)
- Marah (Krodha)
- Mabuk (Mada)
- Iri hati (Matsarya), dan 
- Bingung (Moha).

Penduduk suku Mentawai percaya bahwa wanita yang memiliki gigi runcing seperti hiu memiliki nilai lebih daripada yang tidak bergigi runcing.
Hal ini kemudian membuat wanita Suku Mentawai melakukan tradisi tersebut meski harus menahan sakit yang luar biasa ketika proses peruncingan gigi.

Pilongi, salah seorang istri kepala desa Mentawai mengatakan bahwa proses ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara tubuh dan jiwa.
Saat remaja, ia sempat menghindari ritual ini, namun sekarang ia merasa bila ia harus meruncingkan giginya, mengingat status suaminya adalah seorang kepala desa.
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Namun ketika mereka melakukannya, saya hanya membiarkan mereka untuk meruncingkan gigi saya. Saya tidak khawatir bila terasa sakit," ungkapnya.
Setelah proses tersebut selesai dilakukan, Pilongi menggigit pisang hijau untuk mengurangi rasa sakit.
“Sekarang gigi saya tajam dan saya terlihat lebih cantik. Ini untuk suami saya, jadi dia tidak akan meninggalkan saya,” ujarnya.

Masyarakat Mentawai percaya bila manusia memiliki dua wujud, yaitu arwah dan tubuh yang tidak akan binasa.
Bila mereka tidak puas dengan penampilan fisiknya, mereka akan terkena penyakit dan ditarik ke dunia lain.

Kepercayaan inilah yang membuat suku Mentawai menghias tubuh mereka dengan tato dan mengubah bentuk gigi. Agar jiwa mereka selalu bahagia dan panjang umur.

Salam Rahayu🙏😇🇲🇨

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka Ada Diantara Kita!

Psikopat adalah orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku menyimpang sehingga sulit bergaul. Psikopat berasal dari kata 'Psyche' (jiwa) dan 'Phatos' (sakit). Jadi Psikopat adalah jenis Sakit Jiwa. Ciri Psikopat antara lain: 1. Pandai bicara 2. Punya karisma yang menipu 3. Narsis 4. Sering memandang rendah orang lain. 5. Suka berbohong 6. Tidak merasa takut, menyesal atau bersalah 7. Seringkali anti sosial (minder) 8. Selalu minta perhatian dan dikasihani 9. Tiba-tiba jadi pendiam dan lama-lama menghilang 10. Terus mengganggu Psikopat bukan hanya pelaku kejahatan, tapi bisa juga pekerja profesional yang sukses.  Psikopat mudah bergaul dengan lingkungan, pandai memikat lawan bicara dan mampu meniru emosi. Ingat Dan Waspada !!!!

Fenomena Crown Shyness

Crown Shyness atau pelepasan kanopi merupakan fenomena alam yang misterius. Hal ini terjadi di mana mahkota beberapa jenis pohon tidak saling bersentuhan, tapi dipisahkan oleh celah yang terlihat sangat jelas dari permukaan tanah. Efeknya biasanya terjadi di antara pohon-pohon dari spesies yang sama, tapi telah diamati terjadi pula dengan pohon-pohon dari spesies yang berbeda. Fenomena pelepasan mahkota ini pertama kali didokumentasikan selama tahun 1920an, tapi para peneliti belum dapat mengetahui penyebab dari fenomena tersebut. Ada banyak teori yang beredar di kalangan ilmiah, yang sebagian besar masuk akal. Namun tidak ada yang bisa membuktikan mengapa beberapa pohon bisa tidak saling bersentuhan. Ahli hutan asal Australia, M.R. Jacobs menulis bahwa tiap pohon tumbuh sensitif terhadap abrasi, yang berakibat dengan kesenjangan kanopi atau Crown Shyness. Namun beberapa ilmuwan mengatakan bahwa Crown Shyness merupakan pertahanan alami pohon dari penyabaran serang...

Sunda Ajaran Leluhur Nusantara

Foto: Istimewa Tri tangtu adalah cara berpikir masyarakat tradisional Sunda. Tri tangtu berasal dari bahasa Sunda, di mana kata tri atau tilu yang artinya tiga dan tangtu yang artinya pasti atau tentu. Masyarakat tradisional Sunda memaknai tri tangtu sebagai falsafah hidup yang berpedoman pada tiga hal yang pasti yakni; Batara Tunggal yang terdiri dari Batara Keresa, Batara Kawasa dan Batara Bima Karana. Cara berpikir dalam pola pembagian tiga adalah umum untuk masyarakat Indonesia,karena orang Indonesia hidup dalam pertanian ladang. Dalam pandangan hidup orang Sunda, ditegaskan bahwa orang Sunda tidak mengandalkan keyakinan hidupnya itu pada kekuatan diri sendiri saja, melainkan pada kuasa yang lebih besar, pengguasa tertinggi, sumber dan tujuan dari segalanya, yang disebut dengan berbagai nama, antara lain Gusti Nu Murbeg Alam. Dalam masyarakat Sunda,tri tangtu diterapkan dalam sejumlah hal, antara lain: 1. Senjata kujang, yang mempunyai tiga fungsi sekalig...