Langsung ke konten utama

Politisasi Bencana

Kegemaran warganet untuk mempolitisasi bencana alam sebagai sesuatu yang konyol tapi sekaligus menarik. Fenomena tersebut contoh dari kemunduran politik gagasan baik di level elite apalagi di akar rumput.

“Sejak tahun 2012 kita mengalaminya. Ketika gagasan dalam berpolitik tidak mengalami diskursus dan dialektika, maka orang akan mencari-cari hal-hal yang tidak logis untuk menjadi komoditas politik".

Gempa bumi tentu tidak ada kaitannya dengan politik. Warga negara yang mendapat pendidikan minimal hingga sekolah menengah pertama tentu paham: penyebab gempa bumi tektonik adalah pergeseran dan bertubrukannya tiga lempeng besar yang kebetulan berada di wilayah Indonesia.

Pertama adalah Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat dan barat laut dengan kecepatan 10 cm/tahun. Kedua, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-Australia) yang bergerak ke arah utara dan timur laut dengan kecepatan 7 cm/tahun. Ketiga yakni Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 13 cm/tahun.

Indonesia juga rawan diguncang gempa sebab berada di area Cincin atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire). Cincin Api Pasifik adalah serangkaian gunung berapi berbentuk tapal kuda sepanjang 40.000 kilometer. Sebanyak 90 persen dari gempa yang terjadi (dan 81 persen gempa terbesar) di dunia terjadi di sepanjang “sabuk gempa Pasifik” ini.

Fenomena politisasi bencana alam, menurut Halili, awet karena Indonesia gagal membangun literasi politik bagi rakyatnya. Alih-alih membiasakan adu argumen yang logis berdasarkan instrumen nalar, sebagian rakyat Indonesia terjebak di fanatisme politik yang tidak sehat bagi demokrasi.

“Kita tidak bisa membedakan, misalnya, mana kritik dan mana ujaran kebencian. Mereka tidak mampu atau tidak mau bersikap berdasarkan fakta objektif, melainkan murni mendahulukan preferensi politik, baik kepada tokoh maupun partai. Rumusnya, yang di luar preferensi pasti salah,”.

Fanatisme tersebut kemudian melahirkan polarisasi kubu yang bersaing secara tidak sehat. Emosi dikedepankan. Ujaran kebencian dalam bentuk hoaks gampang menyebar, serta makin menebalkan polarisasi tak sehat itu sendiri.

Politisasi agama juga berkembang dengan subur, dan salah satu bentuknya adalah politisasi bencana alam. Tanpa argumen yang logis, senjata yang dipakai akhirnya tafsir atas ayat agama yang bertujuan untuk melemahkan kubu seberang—meski isinya orang-orang yang seiman sekalipun.

“Mereka bukan pemilih rasional, dan elite berusaha memelihara mereka. Saya menduga ini (politisasi bencana) by design. Mengapa? Sebab yang sampai sekarang paling ampuh untuk menggerakkan massa yang sentimen primordial. Agama salah satunya. Termasuk saat ada bencana,”.

“Orang-orang yang suka main politisasi agama ini memang perlu kita ruwat juga. Residu-residu politik pada 2014 dan 2017 harusnya dihilangkan aja, enggak usah dipakai lagi,”.

Politisasi bencana selalu muncul karena senantiasa ditanggapi. Padahal pihak yang memproduksinya bisa jadi robot atau akun anonim. Sangat disesalkan publik yang termakan argumen politisasi bencana hanya karena tidak membudayakan “cek and ricek” atau kurang berhati-hati dengan hoaks.

Matinya Empati

Politisasi bencana alam adalah topik yang selalu memancing debat yang hangat di media sosial. 

Dalam konteks kemanusiaan, jika kebiasaan warganet mempolitisasi bencana alam menandakan dua hal pokok yang melekat pada diri mereka.

Pertama, matinya rasa empati dan simpati. Kedua, buruknya etika politik, yang seharusnya dipahami serta dijalankan oleh warganet serta elite-elitenya. Politik, katanya, punya ruang tersendiri, begitu juga agama.

“Orang-orang waras harus menjaga solidaritas lintas sekat identitas saat bencana terjadi, tidak justru memanfaatkannya secara sempit,”.(Firmansyah Mawero)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka Ada Diantara Kita!

Psikopat adalah orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku menyimpang sehingga sulit bergaul. Psikopat berasal dari kata 'Psyche' (jiwa) dan 'Phatos' (sakit). Jadi Psikopat adalah jenis Sakit Jiwa. Ciri Psikopat antara lain: 1. Pandai bicara 2. Punya karisma yang menipu 3. Narsis 4. Sering memandang rendah orang lain. 5. Suka berbohong 6. Tidak merasa takut, menyesal atau bersalah 7. Seringkali anti sosial (minder) 8. Selalu minta perhatian dan dikasihani 9. Tiba-tiba jadi pendiam dan lama-lama menghilang 10. Terus mengganggu Psikopat bukan hanya pelaku kejahatan, tapi bisa juga pekerja profesional yang sukses.  Psikopat mudah bergaul dengan lingkungan, pandai memikat lawan bicara dan mampu meniru emosi. Ingat Dan Waspada !!!!

Fenomena Crown Shyness

Crown Shyness atau pelepasan kanopi merupakan fenomena alam yang misterius. Hal ini terjadi di mana mahkota beberapa jenis pohon tidak saling bersentuhan, tapi dipisahkan oleh celah yang terlihat sangat jelas dari permukaan tanah. Efeknya biasanya terjadi di antara pohon-pohon dari spesies yang sama, tapi telah diamati terjadi pula dengan pohon-pohon dari spesies yang berbeda. Fenomena pelepasan mahkota ini pertama kali didokumentasikan selama tahun 1920an, tapi para peneliti belum dapat mengetahui penyebab dari fenomena tersebut. Ada banyak teori yang beredar di kalangan ilmiah, yang sebagian besar masuk akal. Namun tidak ada yang bisa membuktikan mengapa beberapa pohon bisa tidak saling bersentuhan. Ahli hutan asal Australia, M.R. Jacobs menulis bahwa tiap pohon tumbuh sensitif terhadap abrasi, yang berakibat dengan kesenjangan kanopi atau Crown Shyness. Namun beberapa ilmuwan mengatakan bahwa Crown Shyness merupakan pertahanan alami pohon dari penyabaran serang...

Sunda Ajaran Leluhur Nusantara

Foto: Istimewa Tri tangtu adalah cara berpikir masyarakat tradisional Sunda. Tri tangtu berasal dari bahasa Sunda, di mana kata tri atau tilu yang artinya tiga dan tangtu yang artinya pasti atau tentu. Masyarakat tradisional Sunda memaknai tri tangtu sebagai falsafah hidup yang berpedoman pada tiga hal yang pasti yakni; Batara Tunggal yang terdiri dari Batara Keresa, Batara Kawasa dan Batara Bima Karana. Cara berpikir dalam pola pembagian tiga adalah umum untuk masyarakat Indonesia,karena orang Indonesia hidup dalam pertanian ladang. Dalam pandangan hidup orang Sunda, ditegaskan bahwa orang Sunda tidak mengandalkan keyakinan hidupnya itu pada kekuatan diri sendiri saja, melainkan pada kuasa yang lebih besar, pengguasa tertinggi, sumber dan tujuan dari segalanya, yang disebut dengan berbagai nama, antara lain Gusti Nu Murbeg Alam. Dalam masyarakat Sunda,tri tangtu diterapkan dalam sejumlah hal, antara lain: 1. Senjata kujang, yang mempunyai tiga fungsi sekalig...