Foto: Pribadi
Akhirnya doa Saya terkabul, karena berkesempatan bisa mengunjungi Tanah Papua atau yang lebih dikenal sebagai "Serpihan Surga Yang Jatuh Kebumi".
Dalam kesempatan tersebut, saya juga menemani beberapa orang dari Kementrian Pendidikan, untuk mengumpulkan data, guna merilis tulisan ulang tentang Taman Nasional Lorentz, untuk bahan penilaian oleh pihak UNESCO.
Beberapa saat sebelum jadwal pemberangkatan, saya sempat berbincang-bincang, dengan salah satu dari utusan kementrian tersebut.
Dengan semangat, saya katakan bahwa kepergian ini, adalah salah satu hasil dari doa saya selama ini, untuk bisa mengunjungi salah satu propinsi paling timur, yang berbentuk kepala burung tersebut.
Setelah mengalami kendala, karena pesawat yang kami tumpangi delay selama satu jam, akhirnya kami bersiap untuk memulai penerbangan menuju Bandara Sentani Jayapura. Setelah merasakan penerbangan selama 3 jam, akhirnya sampai juga saya menginjakkan kaki di Bumi Papua, tak lupa saya mengucap rasa syukur yang mendalam, atas karunia yang Tuhan sudah berikan kepada saya.
Setelah mengecek barang bawaan, akhirnya kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju kota berikutnya yaitu Wamena, dengan menggunakan salah satu maskapai terbaik disana.
Kurang lebih selama 1 jam, akhirnya tiba juga kami dikota Wamena, yang dikelilingi oleh pegunungan hijau khas tanah Papua. Setelah tiba di bandara, kami dijemput salah satu staf BKSDA Wamena, menuju kantor yang berada ditengah kota kecil, yang jauh dari hirup pikuk tersebut.
Tak lama setelah kami melakukan pertemuan dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, akhirnya kami lalu diajak untuk mengunjungi salah satu desa Mumi, yang berada di kampung Jiwika, Distrik Kurulu, Sebelah Utara Kota Wamena.
Desa kecil, yang dikelilingi pagar tersebut begitu nyaman dan begitu tenang. Setelah diperkenalkan dengan kepala suku desa tersebut, akhirnya kami diperlihatkan sang Mumi yang berusia sekitar 400 tahun, yang ternyata adalah sang kepala suku pertama desa tersebut.
Menariknya, nama asli Mumi tersebut adalah "Wim Motok Mabel", yang artinya dalam bahasa daerah setempat berarti "Hebat Dalam Berperang".
"Wim Motok Mabel ini adalah seorang Kepala Suku Perang yang hebat, dimana setiap lima tahun sekali, pihak keluarga akan melakukan upacara adat sekaligus pemasangan kalung, yang terbuat dari tali Noken".
Dan ini menjelaskan bahwa pemasangan tali Noken ini, menandakan pembalseman telah dilakukan guna menjaga kondisi tubuh Mumi agar lebih terawat. Oleh sebab itu jika dilihat dari dekat, dileher Mumi Jiwika terlilit ratusan tali Noken.
Ini sebagai simbol penghormatan yang dilakukan oleh anak cucu keturunannya.
Untuk mencapai lokasi Wisata Mumi Jiwika ini, dari Kota Wamena ke Distrik Kurulu, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit menggunakan kendaraan roda empat.
Setelah selesai mengunjungi Desa Wisata Mumi Jiwika, akhirnya beristirahat disalah satu hotel yang berada di Kota Wamena, karena esok paginya, kami harus kembali mengunjungi Museum Noken, dan melakukan pertemuan dengan Kepala Dinas Pariwisata, yang berada di Kota Jayapura.
Setelah selesai melakukan audensi dengan Kepala Dinas Pariwisata Jayapura, akhirnya misi kami selesai. Dan malamnya kami mencoba menyusuri kota Jayapura, yang terkenal dengan Danau Sentani yang indah, serta tak lupa menikmati suguhan Papeda plus Ikan Bakar khas Papua disalah satu Resto Lokal yanv berada dekat pelabuhan di Kota Jayapura.
Malam semakin larut, akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat, karena esok harinya kami harus bertolak menuju Jakarta.
Setelah beberapa hari berkeliling di dua kota yang indah mempesona.
Saya cukup bersedih karena tidak bisa berlama-lama menikmati setiap sudut kedua kota yang akan selalu mengingatkan, betapa luas dan kayanya bumi Nusantara tercinta ini.
Tidak lama Setelah pesawat kami tinggal landas, dan mulai menjauh dari kota Jayapura, saya merasakan begitu berat, untuk melihat keluar jendela pesawat, karena teringat kenangan selama berada di Bumi Cendrawasih yang sudah membuat saya jatuh hati.
Tak lama menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, lalu tiba-tiba terbersit diingatan
Senyuman para bocah Papua yang menggemaskan, dengan rambut keriting dan mata besarnya ...
Teringat keramahan para mamak, penjual kerajinan tangan, dengan senyum yang memperlihatkan gigi putihnya ...
Teringat warga yang membawa Babi, Pinang, dan Sayuran untuk dijual dipasar ...
Yang mengingatkan bahwa ternyata kita lebih Primitif, karena selama berada disana, jujur tidak sekalipun melihat motor, melewati trotoar seperti di kota tempat kita tinggal.
Wahai saudaraku .... Ingatkan kami... Untuk terus menjaga kelestarian Nusantara, seperti yang terus kalian lakukan selama ini di Bumi Cendrawasih...!!!!
Jayapura - Wamena 09-12 Juni 2017
Komentar
Posting Komentar