Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Fakta ditertawakan Kebenaran diinjak-injak

Ada dua peristiwa olahraga yang sekaligus menjadi perihal budaya.  Keduanya dari Jepang. Yang terbaru, kemenangan petenis muda Jepang, Naomi Osaka, di Amerika Terbuka, di Arthur Ashe Stadium, New York, Ahad pekan silam.  Gadis berusia 20 tahun itu menghentikan mimpi Serena Williams, pemegang 23 kali gelar di turnamen grand slam, yang menjadi idolanya. Sedikitnya ada dua kemenangan yang diukir gadis penyuka permainan Pokemon itu. PERTAMA, kemenangan melawan Williams dengan dua set langsung, yakni 6-2 dan 6-4.  Ia menjadi petenis Jepang pertama yang mengukir gelar di turnamen grand slam di nomor tunggal.  Dua tahun lalu Williams pernah memuji petenis Jepang itu bakal 'berbahaya', dan ia betul-betul merasakan 'bahaya' itu. Kemenangan Osaka menjadi penghiburan besar bagi rakyat Jepang yang tengah berduka dihantam bencana berturut-turut selama sepekan, yakni gempa bermagnitudo 6,7 skala Richter di Hokkaido dan Topan Jebi di bagian barat dan tengah Jepang

Logika Pemilih

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tinggal menghitung hari. Berbagai fenomena mewarnai pesta demokrasi yang menurut  Afan Gaffar (1999),  sebenarnya kita masih memasuki “transisi” menuju demokrasi. Artinya sesungguhnya kita saat ini masih berada pada wilayah peralihan pada keadaaan yang belum stabil di mana kita mencoba memasuki wilayah demokrasi. Pernyataan Gaffar 15 tahun yang lalu itu tampaknya masih relevan dengan keadaan sekarang. Mengapa demikian? Karena seperti apa yang disampaikan  Samuel Huntington (1990)  bahwa stabilitas di bidang politik itu berkolerasi dengan pemerataan sosio-ekonomi. Sementara ketimbangan sosio-ekonomi di Indonesia masih besar.  Menurut  K usman Sadik (dalam situs hizbut-tahrir.or.id, diakses 21 Juni 2014) , disebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak sesuai realita.  Sadik menjelaskan, Garis kemiskinan yang digunakan BPS, adalah orang yang memiliki penghasilan sekitar Rp 8 ribu

Alasan Basi Tolak Pemilu

1. Alasan Basi Pertama Saya tidak mengenal masing-masing kandidat. Kandidat bukanlah gebetan yang akun instagramnya diprivate dan sulit untuk kamu kepoin. Mereka adalah figur publik yang selalu siap sedia menjual sosoknya diponsel pintarmu. Udah kaya kerikil...informasi tentang kandidat bertebaran mulai dari profil, rekam jejak dan janji-janji, sampai kelakuan serta blunder yang mereka lakukan. 2. Alasan Basi Kedua Tak ada kandidat yang meyakinkan. Ini basi bahkan kamu ga 100% yakin sama pasanganmu...ayo ngaku !!! Tapi kamu tetap mengambil keputusan untuk bersamanya, karena kamu sadar membutuhkan sosok terbaik diposisi itu. Faktanya kamu tidak sendirian koq, sebagian besar dari kita juga tidak puas dengan pilihan kandidat yang ada. Tapi seseorang memang harus terpilih. Dan kamu boleh tidak yakin dengan hal itu, tapi setidaknya, yakinlah pada diri sendiri, bahwa kamu cukup cerdas untuk bisa menilai, siapa yang lebih dibutuhkan negeri ini. 3. Alasan